Metode Montesori, Frobel dan Taman Anak



BUKAN PERISTIWA BUKAN KEJADIAN OBROLAN RINGAN
BANDUNG,GURU R SANI, 2021



IQ, guru penggera


Permainan Anak Adalah Pendidikan dalam Taman Siswa 

1. kelompok Taman Anak, 

yang di HIS sama dengan Voorklas, Kelas 1, II dan III. 

2.  Lagere School (Taman Muda), 

yaitu mulai kelas 4 sampai 7 jika menurut aturan HIS.


Kedua kelompok tersebut mempunyai ketua sendiri-sendiri,. Metode pengajaran yang digunakan pada

 keduanya juga berbeda. Umpanyanya, pengajar di Taman Anak semunya adalah guru wanita

 (sontrang/mentrik). Sebab, rasa batin anak kecil (kecintaan, tasa takut, bangga, manja) masih

tertuju kepada Ibunya sehingga anak-anak tersebut masih sehati dengan pendidik wanita. 

Adapun pada HIS kelas yang tinggi, anak-anak kebanyakan

sudah berlagak seperti laki-laki dewasa dan suka bergaul dengan bapaknya.

Oleh karena itu, mereka harus dididik oleh guru laki-laki.

Selain itu, mata pelajaran di Taman Anak tersebut dikonsentrasikan pada

pelajaran Latihan panca indra. Sebab, mendidik anak kecil itu bukan atau

belum memberikan pengetahuan, akan tetapi baru berusaha akan

menyempurnakan rasa pikiran. Segala tenaga dan tingkah laku lahir yang

mereka miliki sebenarnya besar pengaruhnya bagi kehidupan batin mereka

dan demikian pula sebaliknya. 

Jalan perantaraan Pendidikan lahir ke dalam

batinnya tesebut adlaah melalui paca indra. Maka dari tiu, Latihan paca

indra adalah pekerjaan lahir untuk mendidik batin (pikiran, rasa, kemauan,

nafsu dan lain-lain) Di Eropa, metode pengajaran seperti itu juga diakui.

 Orang yang pertama mendidik anak dengan cara demikian ialah sang pujangga pendidik, Dr.  Ki Hadjar Dewantara

. Selain itu, juga ada sang pujangg wanita, yakni Dr. Maria Montessori di

kota Roma (Italia). Metode Frobel dan Montessori in mempunyai perbedaan

yang cukup besar, tetapi ini yang dimiliki sebenarnya sama, yaitu mencari

jalan lahir untuk mendidik batin.

Mari kita Kembali ke pembahasan tentang ‘Taman Anak’ di Yogyakarta.

Dalam proses pembelajarannya, ternyata tidak hanya mengkonsentrasikan

pada pelajaran (latihan) panca indra saja, tetapi permainan anak juga

dimasukkan pada pembelajaran di sekolah sebagai kultur.

 Kita tidak dapat membandingkan metode Frobel, Montessori dan Taman Siswa tentang

pengaruh tenaga lahir pada batin seperti berikut:

a. Montessori mementingkan pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun

dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca

indra dan semua itu bersifat pelajaran. Anak diberi kemerdekaan

dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.

b. Frobel juga mendjaikan panca indra sebagai konsentrasi

pembelajarannya, tetapi yang diutamakan adlah permainan anakanak, kegembiraan anak, sehingga

 pelajaran panca indra juga

diwujudkan mengjadi barang-barang yang menyenangkan anak.

Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah.

c. Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode tersebut, akan

tetapi pelajaran paca indra dan permainan akan itu tidak dipisah, yaitu

dianggap satu. Sebab, dalam Taman Siswa terdapat kepercayaan

bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak

tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala

alat-alat yang bersifat mendidik si anak.

Beberapa contoh dapat disebutkan, misalnya permainan anak Jawa

seperti: sumbar, gateng, dan unclang ang mendidik anak agar saksama (titi

paritis), cekatan, menjernihkan penglihatan dan lain-lain. Kemudian juga 

permainan seperti: dakon, cublak-cubak suweng dan kubuk yang mendidik

anak tentang pengertian perhitungan dan perkiraan (taksiran). selain itu,

permainan gobag, trembung, raton, cu, geritan, obrog, panahan si, jamuran,

jelungan, dan lain-lain.nya yang bersifat olahraga yang tentunya akan

mendidik anak dalam hal: kekuatan dan kesehatan badan, kecekatan dan

keberanian, ketajaman dalam penglihatan dan lain-lain ada juga

permaianan seperti: mengutas bunga (ngronce), menyulam daun pisang

atau janur, atau membuat tikar, dan pekerjaan anak lainna yang dapat

menjadikan mereka memiliki sikanp tertib dan teratur.

Melihat kondisi anak kita sendiri seperti yang dtelah dijelaskan diatas,

sudah barang tentu bahwa kita bangsa Indonesia juga memiliki sejenis

metode Montessori dan metode Froble yaitu Metode Kodrat Iradat (Natur dan

Evolusi). Bisa juga dinamakan metode Kaki Among Nini Among, yaitu metode

Among Siswa.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa kita tidak perlu mengadakan

barang tiruan jika memang kitas dudah mempunyai barang tersebtu sendiri.

Sebagab, barang tiruan tidak akan dapat menyamai barang yang munri

seperti kepunyaan sendiri. Kain cap meskipun indah rupanya, tetapi

derajatnya dibawah kain batik. Yang boleh kita pakai sebagai alat

penghidupan yaitu barang-barang yang tidak kita miliki. Namun,

waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang

dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan

hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu.

Maksdunya, disesuaikan dengan rasa kita dan keadaan hidup kita. Inilah yang

dinamakan “menasionalisasikan”.

Penjelasan singkat tentang permainan anak sebagai alat pendidikan dan

juga tentang asas-asasnya ‘Taman Anak’ dala Taman Siswa yang disesuaikan

dengan metode Montessori dan Frobel tersebut bertujuan agar kaum

pendidik dan ibu-ibu dapat mengadakan metode sendiri yang selaras

dengan kehidupan bangsa kita.


Dasar Dasar Pendidikan


1. Arti dan Masksud Pendidikan

Kata ‘Pendidikan’ dan ‘Pengajaran’ itu seringkali dipakai Bersamasama. Sebenarnya gabungan kedua kata itu dapat mengeruhkan

pengertiannya yang asli. Ketahuilah, pembaca yang terhormat, bahwa

sebernarnya yang dinamakan ‘pengajaran’ (onderwijs) itu merupakan

salah satu bagian dari Pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain

adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat

hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.

Sekarang saya akan menerangkan arti dan maksud Pendidikan

(opvoeding) pada umumnya. Dengan sengaja saya memakai

keterangan ‘pada umumnya’, karena dalam arti khususnya, Pendidikan

mempunyai beragam jenis pengertian. Bisa dikatakan bahwa tiap-tiap

aliran hidup, baik aliran agama maupun aliran kemasyarakatan

mempunyai maksud yang berbeda. Tidak hanya maksud dan tujuannya

yang berbeda-beda, cara mendidiknya juga tidak sama. Mengenai

keadaan yang penting ini, saya kan menerangkan secara lebih luas.

Walaupun bermacam-macam maksud, tujuan, cara, bentuk, syaratsyarat dan alat-alat dalam soal

 Pendidikan, Pendidikan yang berhubungan dengan aliran-aliran hidup yang beragam itu memiliki

dasar-dasar atau garis-garis yang sama.

Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan

dalam beragam jenis Pendidikan itu, Pendidikan diartikan sebagai

‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksud Pendidikan yaitu:

menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat

mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik

sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.


2. Hanya Tuntunan dalam Hidup

Pertama kali harus diingat, bahwa Pendidikan itu hanya suatu

‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa

hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita

kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda 

hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri.

Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa ‘kekuatan kodrat yang ada pada

anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup

batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita

kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatankekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup

dan tumbuhnya itu.

Uraian tersebut akan lebih jelas jika kita ambil contoh

perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani

(dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang

menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia

dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi

pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu

hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan

tanaman pada dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodratiradatnya padi. Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang

ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat

memelihara tanaman padi tersebut seperti hanya cara memelihara

tanaman kedelai atau tanaman lainnya. Memang benar, ia dapat

memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga

menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak

dipelihara, tetapi mengganti kodrat padi itu tetap mustahil. Demikianlah

Pendidikan itu, walaupun hanya dapat ‘menuntun’, akan tetapi

faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak sangatlah besar.


3. Perlukah Tuntunan Pendidikan itu?

Meskpun Pendidikan itu hanya ‘tuntunan’ saja di dalam hidup

tumbuhnya anak-anak, tetapi perlu juga Pendidikan itu berhubungan

dengan kodrat keadaan dan keadaannya setiap anak. Andaikata anak

tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan

agar semakin baik budi pekertinya. Anak yang dasar jiwanya tidak baik

dan juga tidak mendapat tuntunan Pendidikan, tentu akan mudah

menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih

memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan

mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan

adanya tuntunan itu ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh

jahat. Tidak sedikit anak-anak yang baik dasarnya, tetapi karena

pengaruh-pengaruh keadaan yang buruk, kemudian menjadi orang-

orang jahat.

Pengaruh-pengaruh yang dimaksudkan itu ialah pengaruh yang

muncul dari beragam jenis keadaan anak. Anak yang satu mungkin hidup

dalam keluarga yang serba kekurangan, sehingga ditemui beragam jenis

kesukaran yang menghambat kecerdasan budi anak. Bisa juga dalam

keluarga itu tidak ditemui kemiskinan keduniawian, akan tetapi amat

kekurangan budi luhur atau kesucian, sehingga anak-anak mudah

terkena pengaruh-pengaruh yang jahat.

Menurut ilmu Pendidikan, hubungan antara dasar dan keadaan itu

terdapat adanya ‘konvergensi’. Artinya, keduanya saling mempengaruhi,

hingga garis dasar dan garis keadaan itu selalu tarik-menarik dan akhirnya

menjadi satu.

Mengenai perlu tidaknya tuntunan dalam kehidupan manusia, sama

artinya dengan soal perlu tidaknya pemeliharaan pada tumbuhkembangnya tanaman. Misalnya, kalau sebutir jagung yang baik

dasarnya jatuh pada tanah yang baik, banyak air, dan mendapatkan

sinar matahari yang cukup, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu

akan menambah baiknya keadaan tanaman. Kalau tidak ada

pemeliharaan, sedangkan keadaan tanahnya tidak baik, atau tempat

jatuhnya biji jagung itu tidak mendapat sinar matahari atau kekurangan

air, maka biji jagung itu (walaupun dasarnya baik), tidak akan dapat

tumbuh baik karena pengaruh keadaan. Sebaliknya kalau sebutir jagung

tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan pemeliharaan yang

sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat tumbuh lebih

baik daripada biji lainnya yang juga tidak baik dasarnya.


4. Dasar Jiwa Anak dan Kekuasaan Pendidikan

Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan jiwa yang

asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di

luar diri. Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika

lahir di dunia. Mengenai dasar jiwa yang dimiliki anak-anak itu, terdapat

tiga aliran yang berhubungan dengan soal daya Pendidikan. Pertama,

yaitu anak yang lahir di dunia itu diumpamakan seperti sehelai kertas yang

belum ditulis, sehingga kaum pendidik boleh mengisi kertas yang kosong

itu menurut kehendaknya. Artinya, si pendidikk berkuasa sepenuhnya

untuk membentuk watak atau budi seperti yang diinginkan. Teori ini

dinamakan teori rasa (lapisan lilin yang masih dapat dicoret-coret oleh si

pendidik). Namun, aliran ini merupakan aliran lama yang sekarang hampir 

tidak diakui kebenarannya di kalangan kaum cendikiawan.

Kedua, ialah aliran negative, yang berpendapat, bahwa anak itu lahir

sebagai sehelai kertas yang sudah ditulisi sepenuhnya, sehingga

Pendidikan dari siapapun tidak mungkin dapat mengubah karakter anak.

Pendidikan hanya dapat mengawasi dan mengamati supaya pengaruhpengaruh yang jahat tidak mendekati diri anak. Jadi, aliran negatif

menganggap bahwa pendidikan hanya dapat menolak pengaruhpengaruh dari luar, sedangkan budi pekerti yang tidak nampak ada di

dalam jiwa anak tak akan diwujudkan.

Ketiga, ialah aliran yang terkenal dengan nama convergentie-theorie.

Teori ini mengajarkan, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan

sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu

suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan itu berkewajiban dan

berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik,

agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang

mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai

menjadi tebal, bahkan makin suram.


5. Tabiat yang Dapat dan yang Tidak Dapat Berubah

Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu dibagi menjadi

dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible, yakni bagian

yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran

(intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh Pendidikan atau

keadaan. Kedua, dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang

berhubungan dengan dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang

dikatakan tidak dapat berubah lagi selama hidup.

Yang disebut intelligible yang dapat berubah karena pengaruh

misalnya kelemahan pikiran, kebodohan, kurang baiknya pemandangan,

kurang cepatnya berpikir dan sebagainya. Dengan kata lain, keadaan

pikiran, serta kecakapan untuk menimbang-nimbang dan kuat-lemahnya

kemauan. Bagian yang disebut ‘biologis’ yang tak dapat berubah ialah

bagian-bagian jiwa mengenai ‘perasaan’ yang berjenis-jenis di dalam

jiwa manusia. Misalnya, rasa takut, ras malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa

egoisme, rasa sosial, rasa agama, rasa berani, dan sebagainya. Rasa-rasa

itu tetap pada di dalam jiwa manusia, mulai anak masih kecil hingga

menjadi orang dewasa.

Seringkali anak yang penakut, sesuah mendapatkan didikan yang

baik akan segera hilang rasa takut tersebut. Sebenarnya anak itu bukan 

berubah menjadi orang yang berwatak pemberani, hanya saja rasa

takutnya itu tidak nampak karena sudah mendapatkan kecerdasan

pikiran. Akibatnya, anak tersebut mulai pandai menimbang dan memikir

sesuatu sehingga dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut. Hal

inilah yang dapat menutup rasa takut yang asli dimiliki anak tersebut.

Karena ketakuannya itu hanya ‘tertutup’ saja oleh pikirannya, maka anak

tersebut terkadang diserang rasa takut dengan tiba-tiba. Keadaan ini

terjadi jika pikirannya sedang tak bergerak. Kalau pikirannya tak bergerak

seberat saja, maka ia seketika akan takut lagi menurt dasar biologisnya

sendiri.

Demikian pula orang yang bertabiat pemalu, belas-kasihan, bengis,

murka, pemarah dan sebagainya, selama ia sempat memikirkan segala

keadaannya, maka ia dapat menahan nafsunya yang asli. Namun, jika

pikirannya tidak sempat bergerak (dalam keadaan yang tiba-tiba

datangnya), tentulah tabiat-tabiatnya yang asli itu akan muncul dengan

sendiri.


6. Perlunya Menguasai Diri dalam Pendidikan Budi Pekerti

Watak bologis dan tidak dapat lenyap dari jiwa manusia sangat

banyak contohnya. Kita juga dapat melihat dalam kehidupan setiap

manusia. Misalnya, orang yang karena pendidikannya, keadaan dan

pengaruh lainnya, seharunya berbudi dermawan. Namun demikian, jika ia

memang mempunyai dasar watak kikir atau pelit, maka ia kan selalu

keliatan kikir, walaupun orang tersebut tahu akan kewajibannya sebagai

dermawan terhadap fakir miskin (ini pengaruh pendidikannnya yang

baik). Semasa ia tidak sempat berpikir, tentulah tabiat kikir orang tersebut

itu akan selalu kelihatan. Setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan

berbeda dengan orang yang memang berdasar watak dermawan.

Janganlah pendidik itu berputus asa kerana menganggap tabiattabiat yang biologis (hidup perasaan) itu tidak dapat dilenyapkan sama

sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-angan)

hanya dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan

tetapi harus diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching)

secara tetap dan kuat, ia akan dapat melenyapkan atau mengalahkan

tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi, kalau kecerdasan budi

yang dimiliki orang tersebut sungguh baik, yaitu dapat mengadakan budi

pekerti yang baik dan kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian

(persoonlikjkheid) dan karakter (jiwa yang berazas huhum kebatinan), 

maka ia akan selalu dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya

yang asli dan biologis tadi.

Oleh karena itu, menguasai diri (zelfbeheersching) merupakan tujuan

pendidikan dan maksud keadaban. ‘Beschaving is zelfbeheersching’

(adab itu berarti dapat menguasai diri), demikian menurut pengajaran

adat atau etika.

Kita sekarang sampai pada pembahasan ‘budi pekerti’atau ‘watak’

diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut

sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang berazaz hukum kebatinan. Orang yang

mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan

merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti

dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap

manusia, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang yang

satu dengan yang lainnya.

Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya

gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga

menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiranperasaan-kemauan, sedangkan pekerti

 artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga

menjelma sebagai tenaga.

Dengan adanya budi pekerti, setiap manusia berdiri sebagai manusia,

dengan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dihilangkan,

maupan dalam arti neutraliseeren (menutup, mengurangi) tabiat-tabiat

jahat yang biologis atau yang tak dapat lenyap sama sekali karena sudah

Bersatu dengan jiwa.


7. Jenis-Jenis Budi Pekerti

Setelah kita mengetahui bahwa budi pekerti seseorang itu dapat

mewujudkan sifat kebatinan seseorang dengan pasti dan tetap, kita juga

harus mengetahui pula bahwa tida ada dua budi pekerti orang yang sama.

Jadi, sama keadaanya dengan roman muka manusia, tida ada dua orang

yang sama. Meskipun, orang dapat membedakan budi pekerti manusia

menjadi beberapa macam atau jenis (typen), sheingga orang dapat

mempunyai ikhtisar tentang garis-garis atau sifat-sifat watak orang secara

umum.

Pembagian budi pekerti menjadi beberapa jenis tesrbut berdasarkan

pada sifat angan-angan, sidat perasaaan, dan sidat kemauan (analystis). 

kemudian, tiga sifat itu digabungkan menjadi satu (synthetis); sehingga

mewujudkan suatu macam atau tipe budi pekerti yang pasti. Salah satu

pembagian tipe budi pekerti yang terkenal disampaikan oleh almarhum Prof.

Dr. Heymans, guru besar Universitas Groningen, yang sudah mengadakan

penyelidikan disertai percobaan dan ditetapkan adanya 8 jenis budi pekerti

orang.

Ada pula yang membagi budi pekerti menjadi beberapa jenis

berdasarkan hasrat seseorang. jadi, bukan pembagian analytis, akan tetapi

pembagian secara globa dan etis (etis = menurut rasa adab). Adapun Prof.

Spranger membagi budi pekerti menjadi 6 jenis, yakni bersandar pada Hasrat

orang pada: 1. Kekuasaan (machtsmensch), 2. Agama (religious mench), 3.

Keindahan (kunstmensch), 4. Kegunaan atau faedah (nutsmensch atau

econimisch mensch), 5. Pengetahuan atau kenyataan (wetenschaps) dan 6.

Menolong mendermakan atau mengabdi (sociale mensch).

Selain dua macam pembagian tersebutm terdapat pula teori-teori tenta

g jenis-jenis budi pekerti yang lain. Misalnya, menghubungkan sifat jasmani

seseorang dengan watak orang tersebut (Prof. Kretschner), seperti ilmu firasat

dari Imam Syafi’i. kemudian, terdapat pula pendapat yang mengukur budipekerti orang dengan melihat

 cara seseorang memandang dirinya sendiri sebagai pusat pemandangan, atau sebaliknya, sebagai

 sebagain saja dari alam yan gbsar ini (Adler, Kunkel). Ada pula yang mengadakan pembagian

introversen dan exroversen (Jung), yaitu orang yang selalu memandang ke

dalam batinya sendiri, atau yang memandag ke arah luat, dan demikianlah

seterusnya.

Dalam soal watak atau budi pekerti manusia, jangan dilupakan bahwa

tiap-tiap manusia mendapat pengaruh dari yang menurunkan

(eferlijkheidsleer). Jadi , sama pula dengan menurunya sifat-sifat jasmani dari

tiap-tiap orang (sifatnya roman muka, rambutnya, warna kulitnya, pendektingginya badan, dan lain-lain). Jangan dilupan juga bawh sperti yang sudah

diuraikan sebelumnya, pendidikan dan segala pengalaman tersebut

berpengaruh besar pada tumbuhnya budi pekerti.


8. Naluri Pendidikan

Setelah ikhtisar arti, maksud, dan tujuan Pendidikan dijelaskan pada

uraian sebelumnya, sekarang akan dijelaskan bagian-bagian khusu: untuk

permulaan mengenai syarat-syarat dan alat-alat dalam Pendidikan yang

teratur. Disebut ‘yang teratur’, sebab Pendidikan itu sebenarnya berlaku di

tiap-tiap keluarga dengan cara yang tidak teratur. Berlakunya Pendidikan 

ddari tiap-tiap orang terhadap anak-anak terbawa oleh adanya paedagogis

instinct, yakni keinginan dan dan kecakapan tiap-tiap manusia untuk

mendidik anak-anaknya agar selamat dan Bahagia. Naluri atau instinct

disebabkan pula oleh adanya naluri yang pokok (oerinstinct), yang bertujuan

agar terwujudnya keberlangsungan keturunan (ngudhi-tuwuh), behoud van

de sort).

Pendidikan yang dilakukan oleh setiap orang terhadap anak-anaknya,

pada umumnya hanya berdasarkan pada cara-kebiasaan (taditie, sleur) dan

seringkali dipengaruhi oleh perasaan yang berganti-ganti dari si pendidik.

Dengan kata lain, tidak dengan ‘keinsyafan’ dan tidak tetap. Jika terdapat

keinsyafan, maka keinsyafan itu hanya berdasar atas ‘perkiraan’ atau

‘rabaan’ belaka, yakni tida berdasarkan pengetahuan. Andaikata ada dasar

pengetahuan yang berasal dari ‘pengalaman’, sehingga hal ini berarti kurang

luar (eenzijdig).

Comments

Popular posts from this blog

Posisi Kontrol

Ayo belajar bersama dalam program Guru Belajar dan Berbagi seri Asesmen Kompetensi Minimum

Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan

VISI : MEMBENTUK KEPEMIMPINAN SISWA PROFIL PELAJAR PANCASILA MERDEKA BELAJAR

model manajemen perubahan Inkuiri Apresiatif

KBM IPS KELAS VII SMP

OFFROAD

KEMAKMURAN SEBUAH UTOPIS ATAUKAH KENYATAAN