pengimbasan kompetensi sosial - emosiona













“Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Namun, perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambillah langkah pertama” 

(Nadiem Makarim)

pembelajaran MERRDEKA.


Pengantar

Selamat datang kembali dalam fase eksplorasi konsep yang pertama!

suatu hari harus melakukan banyak sekali pekerjaan. Selain tugas mengajar di depan kelas, mengoreksi pekerjaan murid dan memberikan umpan balik, menghadiri rapat dengan orang tua murid untuk mendiskusikan masalah kedisiplinan dan disusul dengan menulis laporan kepada kepala sekolah, dan berbagai tugas sebagai wali kelas atau panitia kegiatan sekolah sudah antri untuk dikerjakan. Apa yang Anda rasakan saat itu?  Mungkin Anda merasa sulit bekerja dengan optimal. Anda mungkin sulit berkonsentrasi saat bersama murid di kelas, merasa kurang sabar saat berkomunikasi dengan orang tua murid, atau akhirnya lupa mengecek artikel untuk buletin sekolah hingga sudah larut malam. Belum lagi, dengan berbagai tugas di atas, seorang guru juga dibutuhkan untuk mendampingi dan membimbing tumbuh-kembang murid.

Selain pendidik, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisik,  hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, menyiapkan rencana studi dan karier, dan lain-lain.

Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik,  sosial dan emosional.

Diharapkan, Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dalam modul ini dapat membantu pemahaman dan penerapan  dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pengantar
menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya. Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik, sosial dan emosional. Diharapkan, Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dalam modul ini dapat membantu pemahaman dan penerapan Bapak/Ibu CGP dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pendidikan Budi Pekerti

Bapak Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):

“Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.  Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar Dewantara dalam Mustofa, 2011).

Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. 

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).  PPK berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

Bapak/Ibu CGP, mari membahas tentang pembelajaran sosial dan emosional yang mengacu pada kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) (www.casel.org). Pembelajaran Sosial Emosional dalam modul ini bertujuan untuk membantu pemahaman dan penerapan Bapak/Ibu CGP dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi).  Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.


Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara:

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.


Pendekatan SEL yang efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):

  1. Sequential/berurutan:   Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
  2. Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
  3. Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  personal
  4. Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.

Apakah Pembelajaran Sosial-Emosional? Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruangruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut. 

5 kompetensi sosial - emosional 

-kesadaran diri, 
-pengelolaan diri, 
-kesadaran sosial,
 -keterampilan berhubungan sosial dan
 -pengambilan keputusan yang bertanggung jawab) 
yang berbasis kesadaran penuh


CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning

Tugas 2a1. (1)
kesadaran penuh (mindfulness). kegiatan pembelajaran sosial emosional 5 kompetensi sosial-emosional yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan sosial dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Tugas 2a1. (2)
Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Pengalamanpengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh.

Tugas 2a1. (3)
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) berkaitan dengan Pendidikan budi Pekerti Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.

Tugas 2a1. (4)
Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar.

Tugas 2a1. (5)
ingin mempelajari lebih lanjut Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. -kesadaran penuh (mindfulness) -5 kompetensi sosial-emosional yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan sosial dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.


 B. Kesadaran Penuh (Mindfulness)


Apa itu Mindfulness?

Pertanyaan ini telah memenuhi pikiran saya selama beberapa waktu. Sebuah kata yang mungkin terdengar lazim bagi kita semua, tetapi saya terus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya benar-benar tahu arti di baliknya?

Persepsi awal saya tentang Mindfulness mengitari asumsi bahwa hal tersebut hanyalah sebatas keadaan tenang saat mempraktikkan sebuah aktivitas seperti meditasi. Oleh karena itu, saya selalu memiliki pola pikir bahwa hal tersebut hanya dilakukan oleh penganut ajaran Buddha.

Namun, setelah mengetahui bahwa konsep Mindfulness mencakup jauh lebih dari itu, saya menyadari bahwa saya telah mempraktikkannya jauh sebelum Mindfulness diperkenalkan kepada saya. Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa.

Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta memberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu. Saya juga menyadari bahwa Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.

Tetapi, setelah mengetahui berbagai manfaat dari mempraktikkan Mindfulness, masih cukup menantang bagi saya untuk menerapkannya di dalam setiap kegiatan. Beberapa hari mungkin mengharuskan saya untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin dan untuk itu saya selalu mencoba sebaik mungkin untuk mengalokasikan 5 hingga 15 menit dalam sehari untuk melakukan aktivitas favorit saya dimana saya dapat menerapkan Mindfulness sepenuhnya.

Beberapa kegiatan yang saya suka lakukan adalah, membaca, shalat dan juga berjalan secara mindful. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya menenangkan diri saya dari hari yang penuh tekanan tetapi juga mendidik saya melalui cara-caranya tersendiri. Dengan membaca, saya dapat melihat dunia melalui perspektif orang lain. Melalui melakukan salat, saya dapat memperkuat hubungan saya dengan Yang Mahakuasa. Dan melalui melakukan jalan-jalan saya dapat mengamati lingkungan saya dan mengingatkan kepada diri sendiri betapa diberkatinya saya.

Mindfulness terbuka untuk semua orang tanpa terkecuali. Terlebih dengan adanya fakta bahwa kita hidup di lingkungan yang sangat sesak, dimana segala sesuatunya bergerak lebih cepat daripada kecepatan kita mencerna informasi. Mindfulness menyediakan cara bagi setiap orang untuk menikmati setiap momen dan memberikan rasa ketenangan, terlepas dari kenyataan bahwa kita hidup di lingkungan yang begitu padat. Apa yang lebih baik daripada itu?


Pertanyaan ini telah memenuhi pikiran saya selama beberapa waktu. Sebuah kata yang mungkin terdengar lazim bagi kita semua, tetapi saya terus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya benar-benar tahu arti di baliknya? Kesadaran Penuh (Mindfulness) metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa. Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta memberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu. Saya juga menyadari bahwa Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.

Tugas 2a2. (1)
Persepsi awal saya tentang Mindfulness mengitari asumsi bahwa hal tersebut hanyalah sebatas keadaan tenang saat mempraktikkan sebuah aktivitas seperti meditasi. Oleh karena itu, saya selalu memiliki pola pikir bahwa hal tersebut hanya dilakukan oleh penganut ajaran Buddha. Namun, setelah mengetahui bahwa konsep Mindfulness mencakup jauh lebih dari itu, saya menyadari bahwa saya telah mempraktikkannya jauh sebelum Mindfulness diperkenalkan kepada saya. Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa.

Tugas 2a2. (2)
kabar baiknya otak manusia bisa di latih bukan hanya pemikiran reftil dan mamalia berupa insting mempertahankan hidup sehingga respon cepat tetapi ada otak luhur manusia, hubungan kerja bagian otak prefrontal dan latihan berkesadaran penuh (mindfulness) melatih dan mengaktifkan otak luhur manusia.

Tugas 2a2. (3)
Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa. Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini saya serta memberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu. Saya juga menyadari bahwa Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.

Tugas 2a2. (4)
Beberapa hari mungkin mengharuskan saya untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin dan untuk itu saya selalu mencoba sebaik mungkin untuk mengalokasikan 5 hingga 15 menit dalam sehari untuk melakukan aktivitas favorit saya dimana saya dapat menerapkan Mindfulness sepenuhnya. Beberapa kegiatan yang saya suka lakukan adalah, membaca, shalat dan juga berjalan secara mindful. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya menenangkan diri saya dari hari yang penuh tekanan tetapi juga mendidik saya melalui cara-caranya tersendiri. Dengan membaca, saya dapat melihat dunia melalui perspektif orang lain. Melalui melakukan salat, saya dapat memperkuat hubungan saya dengan Yang Mahakuasa. Dan melalui melakukan jalan-jalan saya dapat mengamati lingkungan saya dan mengingatkan kepada diri sendiri betapa diberkatinya saya. seberat apapun tekanan pekerjaan dan kehidupan dihadapi dengan kesadaran penuh.



C. PSE berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being


perhatikan Gambar 1. (Gambar tersebut diadaptasi dari Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese (dalam Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.

Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.






Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Saat modul ini ditulis, seluruh dunia, termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid - 19 yang betul-betul menguji kemampuan daya lenting/resiliensi setiap individu tanpa terkecuali. Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh menjadi semakin relevan untuk dapat mewujudkan well-being, khusunya melatih daya lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.

Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit.  Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar 1.1:



Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif. 

Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini,  memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh.  Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik.  Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya. 


Ada banyak penelitian yang menyatakan tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam mendorong keberhasilan pembelajaran seseorang.  Salah satunya adalah penelitian Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik.  Hal ini dapat menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan performa akademik murid dalam jangka panjang.

Bapak/Ibu CGP,   secara lengkap, Pembelajaran Sosial dan Emosional menurut kerangka CASEL dapat dilihat pada Gambar 3. 






Mengingat keterbatasan waktu,  pembelajaran 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara eksplisit dalam modul 2.2 ini akan berfokus pada 5 kompetensi seperti yang terdapat pada Gambar 4:

  1. Pengelolaan Emosi dan Fokus
  2. Empati
  3. Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik
  4. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
  5. Pengenalan Emosi


Comments

Popular posts from this blog

Posisi Kontrol

PELAJAR PANCASILA

VISI : MEMBENTUK KEPEMIMPINAN SISWA PROFIL PELAJAR PANCASILA MERDEKA BELAJAR

PENGGUNAAN MODUL1 KEMENDIKBUD DALAM PJJ 2 KELAS VIII

3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Ayo belajar bersama dalam program Guru Belajar dan Berbagi seri Asesmen Kompetensi Minimum

3.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

pemimpin pengelolaan sumber daya